Halaman

Selasa, 09 Februari 2021

Ulang Tahun Ketiga belas

CERPEN


“Ngapain sih anak anak ikut segala?”

“Emang kita mau pergi ke mall atau dinner di restoran sih? Orang mau cek ke dokter kok rombongan 3 anak diajak semua!” 

Suara tak mengenakkan itu datang dari suamiku. Memang dia paling ga suka kalau pergi dengan anak anak, apalagi tujuannya bukan untuk acara keluarga. Padahal maksud aku ajak anak anak karena hari ini adalah Hari Jadi Pernikahan kami ketiga belas. Karena pandemi ini aku ga berani ajak anak anak makan diluar, karena itu cukup drive thru apa saja yang searah jalan pulang setelah kontrol kandungan, sekedar formalitas merayakan hari jadi kami saja. Tak perlu yang berlebihan karena kondisi yang serba dibatasi oleh pemerintah untuk menekan penyebaran virus covid-19.

Sejak pandemi, hampir satu tahun kami jarang keluar makan atau ngemall. Kalau kangen pengen makan sesuatu cukup order via gofood. Makanan datang disteril dulu supaya aman. Mungkin kita sebagai orangtua masih bisa menahan keinginan untuk keluar rumah karena saat anak anak stay di rumah, waktu 24 jam pasti terasa kurang. Tapi bagaimana dengan anak anak yang biasa sekolah, bertemu teman, guru dan memiliki kegiatan lain? Pastinya lama kelamaan jenuh! Karena itu, aku ingin ajak anak anak ikut cek kandungan ke dokter, walaupun mereka hanya di mobil saja dan tetap dengan protokol kesehatan, pakai masker. 

“Bun, kakak pengen ikut...”rengek anak sulungku sambil berkaca kaca, diikuti adiknya yang juga sudah siap menangis. Aku yang sedang hamil tua ini jadi pengen ikutan nangis juga lihat anak anak yang sebenarnya diajak di mobil saja juga sudah bahagia. Tapi dengar ayahnya terang terangan melarang mereka ikut jadi kacau semua rencanaku dan emosiku mulai diuji. 

“Memang kenapa mereka ga boleh ikut?”

“Apa salah kalau anak anak nunggu di mobil aja? Mereka cuman pengen lihat suasana dan hawa luar aja kok sebentar. Ga nuntut ngajak ngemall atau makan diluar juga.” nafasku mulai ga beraturan karena emosi. Yang ada di otakku cuma gimana caranya mereka tetap bisa ikut walaupun ayahnya kekeuh melarang. 

Jawaban apa yang dilontarkan suamiku tidak kugubris, seperti angin lalu, sambil aku giring anak anakku masuk ke mobil lewat pintu belakang mobil dan wanti wanti mereka untuk ga berisik juga ga berantem selama di jalan supaya ayahnya ga marah. 

Setelah anak anak aman di mobil, aku dengar suamiku mengancam kalau dia ga mau antar ke dokter kalau anak anak masih diajak. Aku jawab,”Oke kalau gitu aku sendiri periksa juga ga jadi masalah.” Jawabku sambil ngeloyor masuk mobil dan menyuruh sopirku untuk jalan. Sungguh perbuatan yang tidak layak ditiru. 

Tapi ga lama setelah aku masuk mobil, suamiku nyusul masuk juga. “Hahaha...ngalah juga akhirnya,” batinku. “Begitu saja kok harus ada acara marah marah dulu. Ampuuuun!!!” Jeritku dalam hati. Selama perjalanan, anak anak asyik makan jajan yang dibawa dari rumah dan ga ada yang berantem. QSampai di rumah sakit tujuan aku turun dan daftar ulang seperti biasa. Antrinya lumayan tapi ga terlalu banyak karena memang pasien dibatasi selama pandemi, maksimal 7 pasien dan pengantar cukup 1 orang saja. Jadi selama aku antri, anak anak di mobil ditemani sopirku. 

Setelah selesai kontrol, kami langsung pulang. Batal semua rencana dari awal. Tidak ada drive thru, juga tidak ada kue anniversary yang tersaji. Sungguh aku sangat kecewa. Bukan karena pandemi yang mengharuskan kita di rumah saja, tak bisa makan di resto, jalan jalan ke mall... tetapi karena dianggap tidak penting ulang tahun pernikahan kami tahun ini. Aku menangis sejadinya malam setelah anak anak terlelap. Aku mengadukan isi hatiku pada Rabb ku melalui sujudku, meminta maaf jika apa yang kulakukan tadi adalah salah dan memohon hidayah untukku dan suami agar kami bisa saling memahami satu sama lain, karena pernikahan bukan untuk 5,10 atau 15 tahun saja tapi untuk selamanya. Dan mohon agar aku selalu diberi kesabaran menghadapi suamiku atau orang orang di sekitarku.

Keesokan harinya setelah kutata hati, aku sampaikan maksud dan tujuan kenapa anak anak kekeuh diajak, baru suamiku mengerti dan minta maaf padaku juga pada anak anak. Suamiku berjanji akan mengajak kami semua makan weekend nanti.

“Makanya sebelum marah ada baiknya tanya dulu baik baik, atur nada bicara supaya yang dengar juga enak. Anak anak juga ga perlu dengar orangtuanya marah marah.” kataku pada suamiku.

“Iya iya...maafin ayah ya... ayah janji ga ulangin lagi... weekend nanti kita keluar makan. Terserah kalian yang tentukan mau dimana. Asal jangan yang terlalu ramai orang.” Jawab suamiku bijak.

“Okeee ayah, SIAAAAPPP!!!” Jawabku dan ketiga anakku serempak.

Cerita ini adalah fiksi yang diikutsertakan dalam Lomba Blog Menulis Fiksi “Ulang Tahun” yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Semarang Gandjel Rel"




Tidak ada komentar:

Posting Komentar